Rabu, 22 Mei 2013




Burung Belibis
Oleh Ny.Agung T. Syahbuddin
                Tujuh ekor belibis asyiik berenang di sebuah tambak ikan. Tambak ikan itu berada di paling ujung dari deretan beberapa tambak. Tambak itu dikelilingi pohon bakau sehingga tampak paling asri. Mungkin itu sebabnya kutujuh belibis itu paling suka berenang di sana. Tambak asri itu milik pak budi.
                Ke tujuh belibis itu terdiri dari pak bibis, bu bibis, dan ke lima anak mereka. Bentuk mereka hampir seperti bebek, namun agak kecil dan ramping. Setiap hari mereka mengejar ikan, kepiting, atau apa saja yang menghuni tambak itu. Suara mereka sangat riuh bila mendapat mangsa. Bila mangsanya besar, mereka akan menyeretnya ke tepi tambak, lalu dimakan bersama.
                Keluarga pak bibis kadang berpindah dari satu tambak ke tambak yang lain. Mereka sangat mudah mencari makanan, karena tambak- tambakitu penuh ikan. Namun, mereka membuat para pemilik tambak kewalahan. Terutama pak budi, yang tambaknya sering dikunjungi mereka. Bila diusir, keluarga pak bibis akan berlari berlindung di rawa-rawa hutan bakau yang subur.
                Suatu hari, keluarga pak bibis lari terbirit- birit. Kali ini, mereka tidak hanya diusir dengan teriakan dan lemparan batu. Kali ini, terdengar letusan senapan angin di udara. Pak bibis dan keluarganya sangat terkejut. Mereka tahu, butiran- butiran peluru dari senapan itu bisa membunuh mereka.untunglah keluarga pak bibis selamat. Mereka berkumpul di rawa- rawa lebat yang agak jauh dari tambak pak budi.
                “Demi keselamatan kita, sebaiknya kita pindah ke hutan yang lebih jauh. Jangan tinggal di dekat tambak- tambak petani ikan,” usul bu bibis pada. Pak bibis dan kelima anaknya.
                Semua terdiam, seperti sedang berpikir. Namun, si bungsu tiba- tiba berteriak tidak setuju.
                “ Aku tak mau pindah. Sejak lahir, aku selalu bermain di tambak itu. Ikannya banyak, jadi tidak susah mencari makanan. Aku juga sudah kenal pak budi. Orangnya baik. Yang tadi menembak kita pasti si diman, anaknya. Bukan pak budi,” kata si bungsu.
                “Kita bisa mati kalau tidak segera pindah, dik,” bujuk belibis sulung.
                Belibis sulung tetap tak mau pindah. Ia malah mendapat ide.
                “ Untuk sementara, kita tinggal di persembunyian ini saja. Setiap hari, aku akan pergi dulu memata- matai tambak itu. kalau pak budi pergi, aku akan memberi kode. Barulah kalian semua menyusul, lalu kita sama- sama mencuri ikan di tambak!”
                Pak bibis dan bu bibis tidak setuju. Namun , si bungsu tak peduli.
                Sementara itu, pak budi gembira kerena tak ada lagi kawanan belibis di tambaknya. Ikan –ikan peliharaannya pun aman. Ia bangga pada senapan angin milik diman, anaknya. Bunyi letusannya saja sudah bisa  mengusir keluarga belibis.
                “ Ayo,man, ajari bapak menembak dengan senapan ini,” kata pak budi.
                “ Jangan buat menembak, pak! Cukup untuk menakut- nakuti belibis,” kata diman. Ia lalu mengajari  ayahnya cara menggunakan senapan.
                Pada suatu hari, pak budi dan diman bersembunyi di balik hutan bakau tambak mereka. Pada saat itu, si bungsu belibis datang memata- matai tambak itu. Ia tidak melihat pak budi dan diman di balik hutan bakau. Tiba- tiba DOORR......
                Bunyi menggelegar di udara membuat  si bungsu kaget dan ketakutan. Ia lari terbirit- birit. Kakinya tersangkut akar tanah bakau. Si bungsu sangat ketakutan. Apalagi saat ia melihat pak budi dan diman datang mendekat. Pak budi tampak membawa senapan.si bungsu merasa ajalnya sudah dekat.
                “ Belibis kecil, pergilah dari sini. Kau dan keluargamu jangan lagi mencuri  ikan di tambakku. Sebab, ikan- ikan ini untuk di jual. Kalau ikannya kalian habiskan, aku dan keluargaku tak punya uang,” kata pak budi lembut. Ia lalu melepaskan kaki si bungsu dari belitan akar bakau.
                Si bungsu sangat lega. Ia menciap terima kasih pada pak budi.
                Belibis bungsu lalu kembali ke tempat persembunyian keluarganya. Ia menceritakan pengalamannya tadi.
                “ Ibu, kan, sudah bilang. Sebaiknya kita pindah saja. Lagi pula, tidak baik mencuri ikan- ikan pemilik tambak itu. Mereka jadi rugi. Kasihan pak budi. Kita membuat dia susah, padahal dia sangat baik pada kita...”
                Kali ini, seluruh anggota keluarga pak bibis setuju. Mereka lalu pindah ke hutan bakau yang letaknya lebih jauh. Perjalanan menuju ke sana cukup melelahkan. Di hutan bakau itu, ikannya memang tidak terlalu banyak. Namun cukup buat mereka. Hutan itu juga tidak ada pemiliknya. Kini mereka sekeluarga bisa hidup tentram.   

                               

                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar