Burung
Belibis
Oleh
Ny.Agung T. Syahbuddin
Tujuh ekor
belibis asyiik berenang di sebuah tambak ikan. Tambak ikan itu berada di paling
ujung dari deretan beberapa tambak. Tambak itu dikelilingi pohon bakau sehingga
tampak paling asri. Mungkin itu sebabnya kutujuh belibis itu paling suka
berenang di sana. Tambak asri itu milik pak budi.
Ke tujuh
belibis itu terdiri dari pak bibis, bu bibis, dan ke lima anak mereka. Bentuk
mereka hampir seperti bebek, namun agak kecil dan ramping. Setiap hari mereka
mengejar ikan, kepiting, atau apa saja yang menghuni tambak itu. Suara mereka
sangat riuh bila mendapat mangsa. Bila mangsanya besar, mereka akan menyeretnya
ke tepi tambak, lalu dimakan bersama.
Keluarga pak
bibis kadang berpindah dari satu tambak ke tambak yang lain. Mereka sangat
mudah mencari makanan, karena tambak- tambakitu penuh ikan. Namun, mereka
membuat para pemilik tambak kewalahan. Terutama pak budi, yang tambaknya sering
dikunjungi mereka. Bila diusir, keluarga pak bibis akan berlari berlindung di
rawa-rawa hutan bakau yang subur.
Suatu hari,
keluarga pak bibis lari terbirit- birit. Kali ini, mereka tidak hanya diusir
dengan teriakan dan lemparan batu. Kali ini, terdengar letusan senapan angin di
udara. Pak bibis dan keluarganya sangat terkejut. Mereka tahu, butiran- butiran
peluru dari senapan itu bisa membunuh mereka.untunglah keluarga pak bibis
selamat. Mereka berkumpul di rawa- rawa lebat yang agak jauh dari tambak pak
budi.
“Demi
keselamatan kita, sebaiknya kita pindah ke hutan yang lebih jauh. Jangan
tinggal di dekat tambak- tambak petani ikan,” usul bu bibis pada. Pak bibis dan
kelima anaknya.
Semua
terdiam, seperti sedang berpikir. Namun, si bungsu tiba- tiba berteriak tidak
setuju.
“ Aku tak mau
pindah. Sejak lahir, aku selalu bermain di tambak itu. Ikannya banyak, jadi
tidak susah mencari makanan. Aku juga sudah kenal pak budi. Orangnya baik. Yang
tadi menembak kita pasti si diman, anaknya. Bukan pak budi,” kata si bungsu.
“Kita bisa
mati kalau tidak segera pindah, dik,” bujuk belibis sulung.
Belibis
sulung tetap tak mau pindah. Ia malah mendapat ide.
“ Untuk
sementara, kita tinggal di persembunyian ini saja. Setiap hari, aku akan pergi
dulu memata- matai tambak itu. kalau pak budi pergi, aku akan memberi kode.
Barulah kalian semua menyusul, lalu kita sama- sama mencuri ikan di tambak!”
Pak bibis dan
bu bibis tidak setuju. Namun , si bungsu tak peduli.
Sementara
itu, pak budi gembira kerena tak ada lagi kawanan belibis di tambaknya. Ikan
–ikan peliharaannya pun aman. Ia bangga pada senapan angin milik diman,
anaknya. Bunyi letusannya saja sudah bisa
mengusir keluarga belibis.
“ Ayo,man,
ajari bapak menembak dengan senapan ini,” kata pak budi.
“ Jangan buat
menembak, pak! Cukup untuk menakut- nakuti belibis,” kata diman. Ia lalu mengajari ayahnya cara menggunakan senapan.
Pada suatu
hari, pak budi dan diman bersembunyi di balik hutan bakau tambak mereka. Pada
saat itu, si bungsu belibis datang memata- matai tambak itu. Ia tidak melihat
pak budi dan diman di balik hutan bakau. Tiba- tiba DOORR......
Bunyi
menggelegar di udara membuat si bungsu
kaget dan ketakutan. Ia lari terbirit- birit. Kakinya tersangkut akar tanah
bakau. Si bungsu sangat ketakutan. Apalagi saat ia melihat pak budi dan diman
datang mendekat. Pak budi tampak membawa senapan.si bungsu merasa ajalnya sudah
dekat.
“ Belibis
kecil, pergilah dari sini. Kau dan keluargamu jangan lagi mencuri ikan di tambakku. Sebab, ikan- ikan ini untuk
di jual. Kalau ikannya kalian habiskan, aku dan keluargaku tak punya uang,”
kata pak budi lembut. Ia lalu melepaskan kaki si bungsu dari belitan akar
bakau.
Si bungsu
sangat lega. Ia menciap terima kasih pada pak budi.
Belibis
bungsu lalu kembali ke tempat persembunyian keluarganya. Ia menceritakan
pengalamannya tadi.
“ Ibu, kan, sudah
bilang. Sebaiknya kita pindah saja. Lagi pula, tidak baik mencuri ikan- ikan
pemilik tambak itu. Mereka jadi rugi. Kasihan pak budi. Kita membuat dia susah,
padahal dia sangat baik pada kita...”
Kali ini,
seluruh anggota keluarga pak bibis setuju. Mereka lalu pindah ke hutan bakau
yang letaknya lebih jauh. Perjalanan menuju ke sana cukup melelahkan. Di hutan
bakau itu, ikannya memang tidak terlalu banyak. Namun cukup buat mereka. Hutan
itu juga tidak ada pemiliknya. Kini mereka sekeluarga bisa hidup tentram.